Senin, 22 Oktober 2012


POLA PEMIMPIN DALAM ISLAM
Oleh : Drs. H. Ahmad Bangun Nst, MA

Alkisah di masa kejayaan Irak yang ketika itu dipimpin oleh Harun Al Rasyid, berkunjunglah seorang ulama besar bernama Shihab. Dalam jamuan tersebut Harun Al Rasyid meminta petunjuk tentang bagaimana cara memimpin Daerah Irak dengan baik. Lalu, sang Ulama tak segera menjawab, ia hanya mengajak Harun untuk berjalan mengelilingi Daerah di tengah gurun pasir nan tandus, di tengah hari pertama, di atas teriknya matahari, Harun pun kehausan, dan tak satupun tempat yang memiliki dan menyediakan air, lalu sang ulama pun bertanya, ya Raja, jika ada seseorang yang dapat memberikanmu air di tengah terik dan dahaga ini, apa yang akan kau berikan padanya?, lalu Harun-pun menjawab, aku akan memberikan separuh kekuasaanku di Irak ini.
Usailah perjalanan di hari pertama, lalu di hari kedua juga terjadi hal yang sama. Di tengah terik matahari dan haus dahaga, kembali sang ulama bertanya, ya raja, apakah yang akan kau berikan jika ada seseorang membawakanmu air di tengah dahaga ini?, lalu sang Raja-pun menjawab, aku akan memberikan separuh kekuasaanku di Irak ini. Sampai disitu, lalu sang ulama pun mengatakan, ya raja ada dua hal yang perlu kau ketahui, pertama, kau sudah menjual Irak ini hanya dengan dua gelas air untuk menghilangkan dahagamu, itu tertanda bahwa kau merasa bahwa kau telah memiliki jabatanmu sepenuh diri.
Kedua, dengan keputusanmu untuk memberi seluruh kekuasaanmu di Irak ini hanya dengan dua gelas, pertanda bahwa kau masih terpengaruh dengan kekeringan, kesusahan dirimu. Sementara banyak rakyatmu yang mungkin lebih ber-dahaga darimu.
Hikayat diatas paling tidak bisa memberikan kita sebuah harapan terhadap pemimpin Sumatera Utara kedepannya. Bahwa apatisme rakyat masih bermain tajam di tengah otoritas demokrasi di bangsa ini. Mau tidak mau, pemenang pemilukada Daerah Sumut tahap pertama lalu adalah Golput. Hal ini adalah indikasi besar bahwa masyarakat secara luas tidak merasakan pengaruh yang besar terhadap kepemimpinanya. Disamping besarnya peran media yang meng-audit secara tajam pula tentang kinerja pemerintahan Daerah secara menyeluruh.
Untuk itu pula kita bisa menitipkan pesan hangat menjelang kepemimpinannya nanti, dan teguran hangat sebelum memimpin nantinya. Mungkin, hikayat di atas tidak cukup menjadi referensi yang tangguh untuk memberikan contoh dan harapan tentang sebuah kepemimpinan, tapi paling tidak, hikayat di atas bisa jadi bahan renungan dan selanjutnya bahan saduran memimpin Daerah Sumut kedepannya.
Pertama, siapapun pemimpin Daerah Sumut kedepannya, jadilah seorang pemimpin yang “menangis”, menangis jika anda lupa bahwa kepemimpinan itu adalah amanah. Tidak ada satu alasanpun yang bisa menggadaikan kepemimpinanmu jika itu adalah tindakanmu secara pribadi. Yang memimpin itu adalah ke-amanahmu yang dipercayai rakyat, bukan dirimu secara pribadi. Jadi lepaskanlah ketergantunganmu terhadap kekuasaan yang sedang kau pegang dengan kebutuhan dirimu secara pribadi.
Betapa naifnya seorang pemimpin jika ia merasa bahwa kekuasaan yang sedang ia pegang itu membuatnya hebat di semua tempat, tapi jadikanlah kekuasaanmu sebagai batu acuan untuk mencari tahu seberapa besar rakyat menggantungkan harapan terhadap kekuasaanmu.
Kedua, jadilah pemimpin yang melupakan diri sendiri. Maksudnya, lupakanlah dirimu dengan segala jabatan yang sedang kau pegang, karena ketika jabatan itu kau pikul, sebenarnya kau sedang berusaha mempertahankan kepercayaan rakyat ketikan memilihmu, untuk itu tabulasi-lah keinginan rakyat itu, lalu kerjakanlah dan wujudkanlah. Ingat, jabatan yang kau pegang itu bukan sarana untuk mewujudkan keinginanmu secara pribadi , tapi jabatan itu adalah wujud dari kelayakanmu menjadi pemimpin untuk mewujudkan keinginan masyarakat yang sedang kau pimpin.
Ketiga, jadilah pemimpin yang elastisformalistis (istilah dari penulis). Elastic menghadapi besar dan ragamnya keinginan dan harapan rakyat, ke-elastisan itu akan membuatmu selalu berfikir lalu bertindak untuk menentukan kebijakan yang ber-maslahat. Ingat, tidak semua hal ter-adili hanya dengan sesuatu yang sifatnya formalistic tetaplah menjalankan aturan dan perundang-undangan yang berlaku, hal itu membuatmu menjadi orang yang disiplin dan patuh aturan. Sebab manusia yang bijak adalah manusia yang patuh aturan.
Setidaknya ketiga masukan inilah yang harapannya bisa menjadi bahan renungan, kajian dan terus awalan untuk pemimpin Daerah Sumut ini kedepannya. Lebih jauh, kita jiuga bisa melihat konsep yang ditawarkan Muhammad Iqbal dalam bukunya Fiqh Siyasah, bahwa ada beberapa kriteria pemimpin yang ideal :
1.                   Prinsip kedudukan manusia di bumi. Manusia ketika hendak menjadi pemimpin di dunia, harus benar-benar menyadari apa kedudukannya dan fungsinya di dunia ini. Hal ini tentunya berkaitan dengan nilai-nilai ketauhidan yang harus menyadari bahwa diatas kepemimpinan diri ada yang lebih memimpin dan menguasai, yaitu Allah SWT. Proses penyadaran diri terhadap fungsi dan kedudukan ini akan menghilangkan rasa tinggi hati, curang, merasa kuat dan menghindarkan diri dari segenap kebijakan yang sifatnya diskriminatif terhadap kebutuhan rakyat banyak.

2.                   Prinsip kekuasaan sebagai amanah. Pemimpin yang ideal sesungguhnya mengawali kepemimpinannya dari keinginan masyarakat luas untuk menjadikannya sebagai pemimpin sebab telah mengetahui sejauh mana kapabilitasnya jika orang tersebut menjadi pemimpin. Optimisme untuk menjadi seorang pemimpin. Optimisme untuk menjadi seorang pemimpin harus didasari dari prinsip amanah dan tanggung jawab. Kepemimpinan yang dipikul adalah sebuah tanggung jawab yang harus dipertanggung jawabkan secara sempurna dihadapan masyarakat.

3.                   Prinsip penegakan keadilan. Seseorang pemimpin kedepannya harus benar-benar yang memiliki I’tikad dan program kerja yang adil dan memberikan keadilan. Tidak diskriminatif dan menjalankan amanat Undang-undang yang berlaku. Miskin, kaya. Pejabat dan masyarakat bisa bukan menjadi ukuran dalam bertindak dan memutuskan perkara. Pemimpin yang tidak “mempelintir” nilai keadilan menurut kehendak hatinya. Namun keadilan yang memang dimaksud dalam nilai-nilai keislaman.

4.                   Prinsip amar ma’ruf nahyi munkar. Seorang pemimpin harus konsisten terhadap nilai amar ma’ruf nahyi munkar. Tidak menyeleweng untuk mengkondisionalkan bagaimana tipologi amar ma’ruf menurut kehendak hatinya. Namun tetap mengukur amar ma’ruf dari nilai-nilai yang tertuang dalam Al Qur’an dan Sunnah.

5.                   Prinsip profesionalisme, akuntabilitas dalam pengisian jabatan pemerintahan. Seorang pemimpin harus mampu memilih rekan kerjanya dengan benar-benar melihat fungsi dan kapabilitasnya. Tidak nepotisme tanpa keahlian dalam bidang-bidang tertentu. Dan tidak pula otoriter dalam menentukan kebijakan. Seorang pemimpin harus mampu agresif dan efektif dalam menentukan kebijakan yang akan dilakukan.
6.                   Setidaknya ada 5 prinsip penting dari banyak prinsip yang harus dikedepankan untuk menjadi seorang pemimpin. Begitu juga dengan masyarakat luas yang bakal mencari dan memilih siapa pemimpin Daerah Sumut masa depan. Seorang pemimpin harus benar-benar siap secara lahir batin untuk menjadi seorang pemimpin yang benar.

Tanpa perilaku dan kebijakan yang sifatnya “dadakan dan tumbenan” jangan sampai obral janji jangan sampai terkesan menjadi pemimpin yang “munafik” yang berlainan antara ucapan, janji-janji dengan perbuatan dan kebijakan pasca menjadi pemimpin. Semoga Daerah Sumut ini lebih baik kedepannya ***


Sumber : Analisa Halaman 28, Jumat 18Mei 2012

1 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site ᐈ 100% up to $200 | LuckyClub.live
    Lucky Club is the world's largest and most trusted online casino, offering luckyclub.live more than 150 games from multiple providers.

    BalasHapus